Berabad-abad kapal digunakan oleh manusia untuk mengarungi sungai atau lautan yang diawali oleh penemuan perahu. Biasanya manusia pada masa lampau menggunakan kano, rakit ataupun perahu, semakin besar kebutuhan akan daya muat maka dibuatlah perahu atau rakit yang berukuran lebih besar yang dinamakan kapal. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan kapal pada masa lampau menggunakan kayu, bambu ataupun batang-batang papirus seperti yang digunakan bangsa mesir kuno kemudian digunakan bahan bahan logam seperti besi/baja karena kebutuhan manusia akan kapal yang kuat. Untuk penggeraknya manusia pada awalnya menggunakan dayung kemudian angin dengan bantuan layar, mesin uap setelah muncul revolusi Industri dan mesin diesel serta Nuklir. Beberapa penelitian memunculkan kapal bermesin yang berjalan mengambang di atas air seperti Hovercraft dan Eakroplane. Serta kapal yang digunakan di dasar lautan yakni kapal selam.
Berabad abad kapal digunakan untuk mengangkut penumpang dan barang sampai akhirnya pada awal abad ke-20 ditemukan pesawat terbang yang mampu mengangkut barang dan penumpang dalam waktu singkat maka kapal pun mendapat saingan berat. Namun untuk kapal masih memiliki keunggulan yakni mampu mengangkut barang dengan tonase yang lebih besar sehingga lebih banyak didominasi kapal niaga dan tanker sedangkan kapal penumpang banyak dialihkan menjadi kapal pesiar seperti Queen Elizabeth dan Awani Dream.
Kapal tenggelam
Kita masih ingat dengan kejadian tragis
yang merenggut 1502 nyawa manusia di kala kapal Titanic tenggelam di
Samudera Atlantik setelah menabrak gunung es. Titanic berlayar dari
Southampton menuju New York dan itu merupakan pelayaran perdananya.
Kapal penumpang dengan desain perabot interior yang sangat mewah pada
saat itu membuatnya menjadi kapal penumpang dambaan bagi setiap orang.
Namun, nasib malang menimpa kapal tersebut saat mengalami tubrukan
dengan gunung es.
Setelah tubrukan, air dengan cepat masuk
ke dalam kapal pada bagian haluan (depan). Berangsur-angsur bagian
haluan dan bagian tengah kapal terendam air. Tak menunggu lama, kapal
menungging dengan sudut kemiringan kurang lebih 45 derajat sehingga
ratusan orang berlarian ke bagian buritan (belakang) kapal untuk
menyelamatkan diri. Bagian tengah kapal kemudian patah karena tidak kuat
menahan struktur bagian buritan yang terangkat ke udara. Bagian buritan
terhempas ke air dan menimpa banyak orang yang berada tepat di sekitar
buritan. Setelah beberapa saat, bagian buritan kapal kembali terangkat
hingga tegak lurus terhadap permukaan air dan berangsur-angsur
tenggelam.
Baru-baru ini peristiwa kapal tenggelam
kembali terjadi. Sebuah kapal kontainer Russia “Mol Comfort” yang
memiliki panjang 316 meter patah menjadi bagian dua ketika berlayar di
laut Arab. Misteri masih menyelimuti tenggelamnya kapal tersebut karena
sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebab dari patahan.
Patahan yang terjadi pada daerah lambung (tengah) kapal mengakibatkan
kapal terbagi menjadi dua bagian. Beberapa hari, bagian depan dan
belakang sudah terpisah cukup jauh bahkan bagian belakang sudah
tenggelam dan bagian depan masih terapung. Bagian yang terapung masih
diinvestigasi. Pihak yang berwenang mengklaim bahwa secara
regulasi/aturan kapal tersebut sebenarnya memenuhi standar. Lantas
bagaimana kita memahami sebuah kapal dapat terapung ataupun tenggelam?
Hukum Archimedes
Kapal bisa dianggap sebagai balok yang
terapung di permukaan air. Badan kapal laut sebagian besar terbuat dari
besi atau baja. Massa jenis besi atau baja lebih besar daripada massa
jenis air, tetapi mengapa kapal laut dapat terapung?. Agar kapal laut
dapat terapung, bagian dalam badan kapal laut dibuat berongga. Rongga
ini berisi udara yang memilik massa jenis lebih kecil daripada air.
Dengan adanya rongga ini, massa jenis rata-rata badan kapal laut dapat
dibuat lebih kecil daripada massa jenis air (ρbadan kapal < ρair). Dengan massa jenis badan kapal yang lebih kecil daripada massa jenis air itu, akan diperoleh berat kapal (W) lebih kecil daripada gaya ke atas (FA)
dari air sehingga kapal laut dapat tetap terapung di permukaan air. Hal
ini dapat dijumpai pada pelajaran fisika di sekolah, yaitu mengenai
hukum Archimedes.
Archimedes, seorang filsuf Yunani kuno
menyimpulkan bahwa, “Jika suatu benda dicelupkan ke dalam sesuatu zat
cair, benda itu akan mendapat tekanan ke atas yang sama besarnya dengan
beratnya zat cair yang terdesak oleh benda tersebut”. Ketika suatu benda
dimasukkan ke dalam air, ternyata beratnya seolah-olah berkurang.
Peristiwa ini tentu bukan berarti massa benda menjadi hilang, namun
disebabkan oleh suatu gaya yang mendorong benda yang arahnya berlawanan
dengan arah berat benda.
Archimedes secara tak sengaja mengamati
fenomena fisika yang menjadi dasar “Prinsip Archimedes” ketika ia sedang
memasukkan dirinya pada bak mandi. Saat itu ia merasakan beratnya
menjadi lebih ringan ketika di dalam air, dan banyak air yang tumpah
keluar bak mandi sebanyak besarnya badannya yang dicelupkan ke dalam bak
mandi. Gaya ini disebut gaya apung atau gaya ke atas (FA), dan lazim dikenal sebagai gaya Archimedes. Gaya apung sama dengan berat benda (W)
di udara dikurangi dengan berat benda di dalam air. Nah, apa yang sudah
dijelaskan mengapa kapal bisa terapung tentunya memenuhi prinsip
Archimedes itu. Dari sini dapat disimpulkan bahwa hukum Archimedes dapat
diterapkan bukan hanya benda terapung (W < FA) tetapi juga untuk kasus benda melayang (W = FA) dan tenggelam (W > FA) di air.
Prinsip mekanika klasik
Tentunya kita mengetahui hukum Newton
yang juga sudah dipelajari di sekolah. Apa yang terjadi pada Titanic dan
kapal kontainer dapat dijelaskan dengan pendekatan mekanika klasik,
yaitu dengan menerapkan hukum Newton dan Archimedes. Sekilas kita
melihat ketika air masuk ke kapal dengan cepat hingga memenuhi bagian
tengah kapal, bagian haluan kapal akan mengalami pembebanan yang besar.
Di sisi lain bagian tengah mengalami tumpuan karena bagian buritan belum
sepenuhnya terendam air.
Perlu diingat masih ada komponen berat
yang ada di buritan kapal, misalnya poros, kemudi, baling-baling,
beberapa mesin kapal, dan tentunya kargo barang muatan kapal. Jika
ditinjau secara mekanika klasik, dapat terjadi momen gaya (torsi) pada
bagian buritan kapal yang mengakibatkan kapal menjadi patah dua. Setelah
patah menjadi dua, bagian haluan tenggelam dan bagian buritan mengalami
gaya tekan ke atas sesuai hukum Archimedes. Setelah proses ini, air
kembali masuk secara perlahan-lahan dan membuat buritan kapal menjadi
tegak lurus terhadap permukaan air. Pada tahap ini hukum Archimedes
sudah kalah bersaing dari hukum Newton karena air sudah memenuhi bagian
buritan kapal secara keseluruhan.
Di dunia perkapalan modern, pertimbangan
pembebanan untuk menghindari patahnya kapal juga harus dilakukan pada
saat bongkar muat kapal. Pada saat menaikkan dan menurunkan kargo dari
kapal, seorang loadmaster harus menghitung bagaimana
barang-barang dimasukkan, supaya beban di haluan, buritan dan lambung
kapal merata. Sebuah kapal tidak bisa dimuati hanya pada bagian
belakangnya saja terlebih dahulu, atau depannya saja, atau membiarkan
bagian tengahnya kapal tetap kosong. Jika terjadi kesalahan,
bagian-bagian struktur kapal akan mengalami tekanan dan bagian lainnya
bisa mengalami regangan yang pada akhirnya membuat kapal tersebut patah.
Oleh sebab itu, banyak kapal menggunakan tangki pemberat (ballast tank) yang diisi air laut atau dikosongkan untuk mengimbangi pembebanan pada kapal tersebut.